Tujuan Asosiasi Satelit Seluruh Indonesia (ASSI) yang menjadi asosiasi industri satelit nasional adalah menjadi fasilitator untuk memberikan pemahaman tentang perkembangan bisnis satelit agar regulator dapat mengeluarkan peraturan yang lebih presisi. “Karena teknologi satelit terus berkembang dan melibatkan pemain dari luar negeri,” ungkap Anggoro Widiawan, Chairman ASSI dalam konferensi Asia Pacific Satelit Communication System International Conference 2023 (APSAT) di Jakarta (30/05/2023).
Anggoro mengatakan, sejak awal kelahirannya industri ini, satelit jadi andalan bangun konektivitas Indonesia. Apalagi industri satelit sangat menjanjikan di Tanah Air kita. Namun, infrastruktur telekomunikasi belum sepenuhnya merata ke wilayah pelosok. “Terhitung tahun 2023, kami bertekad membangun pemahaman tentang regulasi satelit itu. Kami ingin berkontribusi positif bagi industri satelit di Indonesia,” Anggoro menambahkan.
Tantangan industri satelit juga menghadapi masalah bagaimana bisa memberikan layanan dengan level yang similar di kota maupun pelosok. Karena ASSI beriupaya mengumpulkan inovasi maupun business model untuk menghasilkan pendekatan pendekatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan Indonesia.
Anggoro mengaku, pemakaian satelit di Indonesia sebagai tumpuan layanan telekomunikasi sudah tidak seperti di era 1970-an sampai 1990-an karena kemudian peran ini kemudian diisi oleh industri seluler dan serat optik. “Peran satelit saat ini tinggal 4 sampai 5 persen di layanan telekomunikasi di Indonesia. Ke depan bisnis satelite investasinya mahal, dan durasinya panjang 15 tahun,” dia menambahkan.
Penyelenggaraan Asia Pacific Satelit Communication System International Conference 2023 (APSAT) di Jakarta berlangsung dua hari pada 30-31 Mei 2023 dengan mengangkat tema ‘Towards Sustainable Satellite Ecosystem’. Konferensi ke-19 yang diselenggarakan APSAT kali diikuti oleh berbagai pihak yang berkecimpung di bisnis satelit di kawasan Asia Pasifik untuk dongkrak teknologi dan kerja sama satelit di Indonesia.
Kegiatan ini diikuti oleh berbagai produsen satelit, penyedia teknologi satelit maupun penyedia jaringan satelit. Beberapa diantaranya adalah Telkomsat, BAKTI, PSN, Thuraya, Kratos, JSAT Coorporation, China Satelite Communications, Astroscale Japan Inc, SES, APSTAR dan sebagainya. Mereka saling bertukar pandangan mengenai berbagai isu yang sedang mengemuka dalam ekosistem bisnis satelit.
Beberapa di antaranya mengenai teknologi baru yang saat ini memungkinkan komunikasi dari smartphone langsung ke satelit, dimana menggunakan frekuensi yang sama dengan komunikasi untuk kepentingan yang lain. Kondisi ini akan memunculkan beberapa masalah baru terkait penggunaan frekuensi yang sama secara massal di kemudian hari. Inilah yang menjadi salah satu isu yang menurut Anggoro sangat perlu untuk saling bertukar pandangan, juga mencari solusi bersama di tingkatan Asia Pasifik, baik yang terkait teknologi maupun regulasi.
Selain mengenai teknologi baru yang bermunculan, isu 5G juga menjadi topik menarik pada diskusi di pertemuan ini. Kehadiran 5G dinilai akan berpengaruh positif bagi ekosistem bisnis satelit karena membuat penggunaan bandwith menjadi efisien dan lebih terjangkau.
Filing slot yang menjadi masalah bagi Indonesia juga termasuk yang didiskusikan, mengingat ada peran investasi yang tidak kecil di sana. Posisi Indonesia sangat diuntungkan karena berada di atas ekuatorial, tetapi pada saat yang sama juga banyak satelit negara lain yang ditempatkan diatas posisi Indonesia, yang diputuskan oleh International Telecommunications Union (ITU).
Topik lainnya yang dibahas adalah satelit mikro yang bisa menggunakan sensor, misalnya seperti yang dibuat oleh LAPAN dan beberapa pihak swasta. Hal ini memberikan harapan yang sangat baik, bahwa semakin banyak generasi muda yang mengerti tentang satelit, akan semakin banyak yang tertarik untuk membuat satelit mikro karena teknologinya juga lebih mudah. Kelak satelit-satelit mikro ini akan sangat membantu bagi beragam kebutuhan di dalam negeri, seperti pemantauan kapal dan lainnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kratos Communication Inc. memperkenalkan memperkenalkan Open Space Platform, sebuah sistem operasi virtualized dan software defined dengan standar terbuka (open standard) yang memudahkan operator satelit untuk membangun Digital Intermediate Frequency Interoperability (DIFI) sesuai standar IEEE.
Hasil konferensi APSAT kali ini diharapkan akan bisa menjadi referensi awal bagi berbagai pihak yang terkait dengan entitas bisnis satelit, seperti regulator, komunitas bisnis, operator, akademisi maupun start-up yang bergerak di bidang satelit. “Persatelitan sedang menghadapi tantangan dan ancaman berupa orbital congestion, serpihan angkasa/ debris, serangan siber, gap regulasi, dan disruptive innovation. Tidak hanya itu, operator satelit global juga dapat mengganggu operator lokal,” ujar Lukman Hakim, CEO Telkomsat.
Penulis: Eva Martha Rahayu
Source: Swa.co.id